Riset Ungkap Vape Bisa Membahayakan Kulit, Vape alias rokok elektrik nampaknya masih di gandrungi banyak orang. Bahkan, kini kepopulerannya mulai mengalahkan rokok biasa, terutama di kalangan anak muda.
Kepopulerannya itu memang tidak mengherankan. Pasalnya, kebiasaan vaping lebih mudah di sembunyikan di banding rokok konvensional.
Jika seseorang merokok dengan rokok konvensional, pasti akan ada bau khas yang menempel, berbeda dengan vape yang tidak berbau, tidak mengeluarkan bunyi, dan asapnya pun menghilang dengan cepat.
Kendati demikian, rupanya vape tetap memiliki dampak negatif selain tetap tidak baik untuk paru-paru, yaitu dapat merusak kulit.
Mengapa bisa?
Dokter bedah estetika dan konsultan skincare untuk Get Harley yang berbasis di London, Inggris, Dr Deepa Panch, menjelaskan tentang hal ini.
Dia mengatakan, meski vape di klaim sebagai alternatif yang lebih aman di banding merokok, tetap saja belum ada cukup informasi rinci terkait dampak jangka panjangnya pada tubuh.
“Selain nikotin, vape juga mengandung berbagai zat kimia lainnya.”
“Salah satu di antaranya adalah propilen glikol yang merupakan alergen kulit terkenal.”
“Kandungan ini dapat menyebabkan iritasi pada kulit, terutama pada mereka yang memiliki kulit sensitif seperti eksim, rosacea, dan psoriasis,” ujar Panch.
Panch pun menambahkan, sebuah riset medis yang di terbitkan di Journal of the American Academy of Dermatology pada tahun 2019 menunjukkan, hubungan vaping dengan kondisi dermatologis seperti dermatitis kontak dan lesi mulut.
Ia juga mengatakan, meski tidak semua vape mengandung nikotin, namun nikotin saja sudah bisa merusak kulit.
“Sama seperti rokok, nikotin dalam vape dapat menyebabkan masalah aliran darah yang dapat menghambat pengiriman nutrisi ke kulit.”
“Ini dapat menyebabkan kulit kusam dan tampak dehidrasi, sekaligus memengaruhi penyembuhan kulit,” kata Panch.
Lebih parahnya lagi, rupanya kerusakan kulit akibat vape ini bukan hanya di akibatkan oleh zat kimia di dalamnya.
Dalam studi yang di sebutkan Panch, di temukan, mayoritas vape bekerja dengan cara memanaskan uap dengan koil yang terbuat dari nikel, salah satu iritan kulit yang paling umum.
Vape dan Komponen Utamanya
Vape adalah perangkat yang memanaskan cairan (e-liquid) untuk menghasilkan uap yang di hirup oleh pengguna. E-liquid ini biasanya mengandung nikotin, propilen glikol, gliserin, dan berbagai perasa. Nikotin, bahan utama dalam e-liquid, adalah zat adiktif yang juga di temukan dalam rokok tembakau. Propilen glikol dan gliserin adalah bahan kimia yang di gunakan untuk menciptakan uap dan memberikan sensasi halus saat di hirup.
Dampak Vape Terhadap Kesehatan Kulit
Penelitian menunjukkan bahwa vape dapat mempengaruhi kesehatan kulit melalui beberapa mekanisme. Berikut adalah beberapa cara bagaimana vape dapat membahayakan kulit:
- Nikotin dan Pembuluh Darah: Nikotin di ketahui dapat menyempitkan pembuluh darah, yang mengurangi aliran darah dan nutrisi ke kulit. Kurangnya aliran darah dapat memperlambat proses penyembuhan kulit dan memperburuk kondisi kulit, seperti jerawat dan peradangan.
- Iritasi dari Bahan Kimia: Propilen glikol dan gliserin, komponen utama e-liquid, dapat menyebabkan iritasi kulit pada beberapa orang. Iritasi ini bisa memicu peradangan dan memperburuk kondisi kulit yang sudah rentan terhadap masalah seperti jerawat atau dermatitis.
- Dehidrasi Kulit: Nikotin juga dapat menyebabkan dehidrasi dengan mengurangi kadar air dalam tubuh. Kulit yang kering dan dehidrasi lebih rentan terhadap iritasi, keriput, dan berbagai masalah kulit lainnya.
Baca juga: Vape Bisa Menimbulkan Jerawat di Wajah?
Penelitian Terkini tentang Vape dan Kesehatan Kulit
Beberapa studi telah di lakukan untuk memahami dampak vape terhadap kesehatan kulit. Berikut adalah beberapa temuan penting dari penelitian terkini:
- Studi pada Hewan: Sebuah studi yang di terbitkan dalam jurnal “Toxicology and Applied Pharmacology” menggunakan model tikus untuk meneliti efek uap vape pada kulit. Hasilnya menunjukkan bahwa paparan uap vape dapat menyebabkan peradangan kulit dan kerusakan jaringan kulit pada tikus, menunjukkan potensi risiko yang sama pada manusia.
- Penelitian Klinis: Studi klinis yang di lakukan oleh para peneliti di “University of California, San Francisco” menemukan bahwa pengguna vape memiliki tingkat peradangan kulit yang lebih tinggi di bandingkan dengan non-pengguna. Studi ini menunjukkan bahwa bahan kimia dalam e-liquid dapat memicu respons inflamasi pada kulit manusia.
- Pengamatan pada Pengguna Vape: Penelitian observasional pada pengguna vape di “American Academy of Dermatology” menunjukkan bahwa banyak pengguna vape melaporkan masalah kulit seperti jerawat, kulit kering, dan iritasi kulit. Pengamatan ini mendukung temuan bahwa vape dapat memiliki efek negatif pada kesehatan kulit.