10 Negara Ini Bisa Boncos Kalau Harga Minyak Terbang Karena Perang
10 Negara Ini Bisa Boncos Kalau Harga Minyak Terbang. Perselisihan di daerah Timur tengah belum segera selesai. Ini memunculkan kekhawatiran beberapa aktor pasar ingat Timur tengah adalah produsen minyak mentah paling besar di dunia.
Iran mengingatkan Israel pada “invasi militer rasio penuh” di Lebanon dan menjelaskan hal tersebut akan ke arah pada “perang yang merusak”.
Mereka menyebutkan teror Israel untuk serang Hizbullah di Lebanon sebagai “perang psikis” dan “propaganda”.
Tepian di antara ke-2 negara sudah melihat baku tembak di antara pasukan Israel dan Hizbullah semenjak perselisihan sekarang ini di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023. Kekuatiran akan perang besar bertambah bulan ini sesudah Pertama Menteri Benjamin Netanyahu menjelaskan Israel sedang menyiapkan “operasi yang mencekam” di tepian dengan Lebanon.
Pasukan Israel lakukan rangkaian gempuran pada sasaran-target Hizbullah di Lebanon selatan pada minggu kemarin.
Selama ini menghangatnya perselisihan belum gerakkan harga minyak terlampau krusial.
Semenjak pecah perang di daerah Gaza pada 7 Oktober 2023, harga minyak mentah WTI naik 0,71% sampai perdagangan Senin (1/7/2024) di tingkat US$83,38 per barel.
Demikian dengan gerakan harga minyak mentah Brent yang terdaftar naik 2,39% semenjak 7 Oktober 2023 sampai perdagangan Senin (1/7/2024) di tingkat US$86,6 per barel.
Naiknya harga minyak mengakibatkan kenaikan inflasi, yang pertama kali mempengaruhi harga bahan bakar di pom bensin, lanjut ke harga produk fresh dan bahan makanan yang dikirim dengan truk, dan pada akhirnya menebar ke beberapa transaksi bisnis pada ekonomi yang tersambung.
Namun, Tubuh Informasi Energi Amerika Serikat menjelaskan Iran cuma bertanggungjawab atas sekitaran 2% suplai minyak global. Tetapi, keseluruhannya Timur tengah benar-benar punya pengaruh ke suplai global sekarang ini dan di depan. Timur tengah mempunyai 48% cadangan minyak mentah dunia.
(OPEC)
Beberapa negara Timur tengah bergabung dalam Organisasi Beberapa negara Pengekspor Minyak (OPEC). Salah satunya ialah Iran, Irak, Kuwait. Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Di luar mereka, ada negara non-Timur tengah seperti Venezuela, Kongo, Gabon, Guinea, Libya, Nigeria, dan Al Jazair.
OPEC yang dibangun di tahun 1960-an, awalannya meliputi Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela, yang bersama mengontrol beberapa export minyak global.
Anggota OPEC sekarang ini menghasilkan sekitaran 40% minyak dunia, yang meliputi sekitaran 60% minyak bumi yang diperjualbelikan dengan global.
Ada semakin banyak alternative. Antara produsen non-OPEC ialah beberapa negara seperti Meksiko, Kazakhstan, Azerbaijan, dan Malaysia. Pada 2022, produsen non-OPEC ini mengekspor sekitaran 16,lima juta barel setiap hari, dibanding 28,tujuh juta barel setiap hari punya OPEC.
Total oil production in 2022
Iran tidak lagi pemain inti seperti dahulu, khususnya untuk beberapa negara Barat.
Di tahun 2019, AS dan Uni Eropa jatuhkan ancaman ke Iran sebagai respon atas program nuklir dan pelanggaran hak asasi manusianya.
Iran sudah memakai taktik untuk menghindar dari limitasi dengan mengganti citra negara asal minyaknya. Lakukan transfer antar-tanker, dan berusaha menyuling dan jual lagi minyaknya dari lokasi yang tidak terang. Tetapi, keperluannya pada rantai suplai global menyusut.
China sekarang jadi konsumen khusus Iran, yang di sampaikan terima potongan harga 15%. Atas minyak yang di sepakatinya untuk di ambil saat ancaman Barat diterapkan.
Karena itu, ekonomi AS yang kuat dan rekondisi di pasar China mempunyai imbas lebih besar di harga minyak di banding eskalasi perselisihan Timur tengah sekarang ini. Sampai di titik tertentu.
Support Iran pada militan Houthi di Yaman yang mengakibatkan gempuran pada kapal dagang tahun akhir lantas kurangi lalu lintas pengangkutan di Terusan Suez sekitaran 50%, menurut Dana Moneter Internasional. Beberapa lalu lintas yang masih ada mengikutsertakan kapal tanker minyak.
Bila Israel membalasnya gempuran rudal dan pesawat nirawak Iran, sampai Iran membalasnya dengan mengusik Selat Hormuz, lajur air sempit di dekatnya yang di lewati seperempat perdagangan arus minyak maritim global, karena itu pasar minyak global akan hadapi titik krisis khusus.
Ini bisa di kurangkan oleh exportir yang memakai jalur lebih memerlukan waktu, tapi kerusakan di harga minyak dapat krusial dan berjalan lama. Sedikit jalur alternative dari lokasi produksi khusus ke beberapa negara Barat.
Bila logistik di pengaruhi, customer mungkin hadapi kekurangan satu kali lagi. Dan Australia tidak dalam posisi yang bagus untuk menanganinya.
Walaupun jadi anggota Tubuh Energi Internasional, Australia tidak menjaga stock minyak yang sama dengan minimal 90 hari konsumsi, sama seperti yang di isyaratkan.
Tidak butuh cemas sepanjang tanggapan Australia pada kritis besar berjalan cepat dan efisien.